Sabtu, 05 Mei 2012

SERJANA PALSU


Beberapa hari ini sejumlah media massa mengangkat isu pemalsuan tugas akademik, terutama skripsi dan tesis, sebagai syarat kelulusan pendidikan di universitas. Tentu saja, maraknya kecurangan itu wajib dipermasalahkan. Tapi, di saat yang sama, saya juga gatal untuk bertanya kepada perusahaan media massa yang mengangkat isu itu: apakah mereka mensyaratkan pendidikan S1 untuk calon pegawai mereka? Jika ya, maka keprihatinan mereka adalah keprihatinan yang percuma.
Kenapa?
Karena, syarat pendidikan minimal S1 yang disyaratkan banyak perusahaan, adalah penyebab utama dari pemalsuan tugas-tugas akademik itu. Oke, tentu saja ada pos-pos pekerjaan yang hanya mensyaratkan pendidikan D3 atau bahkan SMA. Tapi semua orang tahu, itu adalah pos-pos terendah. Untuk mendapatkan gaji yang layak, Anda harus lulus universitas. Ini syarat umum yang diterapkan oleh hampir seluruh perusahaan di Indonesia. Bahkan sejumlah perusahaan mensyaratkan IP tertentu. Konyol!
Hal ini membuat penilaian kualitas seseorang ditentukan oleh selembar ijazah, bukan oleh kompetensinya. Ijazah menjadi seperti tiket nonton pertandingan sepakbola. Tak penting Anda suka bola atau tidak, bukan masalah Anda mau bikin kerusuhan di dalam, tak penting Anda copet yang datang hanya untuk menguras kantong penonton lain, tak penting Anda membeli tiket dari calo… selama Anda memegang tiket itu, Anda boleh masuk stadion. Sementara yang benar-benar ingin memberi dukungan, yang tahu benar akan sepakbola, atau anak kecil yang punya obsesi menjadi pemain besar… selama mereka tak punya tiket, ke laut aja.
Dalam hal menonton sepakbola, hal itu tak bisa dihindari. Tapi, dalam penyaringan calon pegawai, itu bisa dihindari. Menghapus persyaratan S1 tak akan menurunkan kualitas pegawai yang Anda terima, percayalah. Toh para calon pegawai harus melewati serangkaian tes, perusahaan bisa membuat tes yang benar-benar mampu memfilter mereka yang kompeten. Kalau pun ada kesalahan dalam tes yang begitu banyak itu, ada masa magang selama 9 bulan. Ada kesempatan untuk menilai mereka lebih dalam.
Dan, yang terpenting, ijazah S1 sama sekali tak menggambarkan kualitas seseorang. Anda mungkin berkata, “Loh, ijazah S1 adalah salah satu cara untuk menentukan kompetensi seseorang. Jika sarjana saja banyak yang tak berkualitas, apalah lagi mereka yang hanya tamat SMA.” Untuk mereka yang berkata seperti ini, saya akan sodorkan kepada mereka sejumlah orang yang amat berkualitas meski mereka bukan sarjana. Serius, kualitas mereka (secara teknik dan etos kerja) jauh lebih baik dari rekan-rekan mereka yang lulus S1 atau bahkan pascasarjana. Tentu saja, ada pengecualian. Pekerjaan di bidang akademis (dosen atau peneliti) tetap harus diisi oleh para sarjana.
Selama perusahaan-perusahaan masih mensyaratkan pendidikan S1 dalam iklan lowongan kerja mereka, selama itu pulalah gelar sarjana menjadi tuhan. Apapun dilakukan agar mendapatkan gelar itu. Tak penting caranya. Mau tugas skripsinya dibuatkan orang lain, mau otak mereka sekosong bola kempis, sebodo amat. Toh nantinya yang dilihat oleh SDM di perusahaan-perusahaan itu adalah ijazan dan IP mereka. SDM tidak bertanya, “Kamu lulus dengan memakai skripsi buatan sendiri atau buatan tukang ketik di Jalan Pramuka?” Kalau pun hal itu ditanyakan, kita bisa menjawab: “Ya buat sendirilah.”
Jadi, daripada menerima para sarjana palsu dengan mental tempe yang bikin skripsi saja harus bayar orang lain, lebih baik membuka diri seluas-luasnya. Beri kesempatan kepada lulusan SMA/SMK yang cerdas dan berdedikasi tapi tak mampu masuk universitas karena uang pangkalnya mahal selangit.

Sabtu, 26 November 2011

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PESISIR NTT


Masyarakat pesisir sekitar perairan Laut Sawu memiliki sejumlah kearifan lokal dalam pemanfaatan  sumberdaya perikanan.  Kearifan lokal masyarakat pesisir di NTT dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat dijumpai pada masyarakat Helong (Kupang), Sumba, Alor, Solor, Rote, Timor dan Lamalera (Lembata).  Beberapa dari kearifan lokal ini sudah mengalami degradasi, namun ada yang masih tetap eksis dampai dengan saat ini.  Tradisi penangkapan paus secara tradisional oleh masyarakat Lamalera di kabupaten Lembata merupakan salah satu kearifan lokal yang masih berlaku sampai dengan saat ini.  Tradisi perburuan paus oleh masyarakat Lamalera sudah berlangsung ratusan tahun sejak nenek moyang mereka dan tetap mempertahankan ketradisionalannya hingga saat ini.  Ketradisionalan penangkapan paus di Lamalera ditunjukkan oleh beberapa faktor yaitu :
Ø  Penangkapan dengan menggunakan alat yang masih tradisional (semua terbuat dari bahan lokal).
Ø  Penangkapan hanya dilakukan oleh masyarakat lokal (desa Lamalera A dan Lamalera B).
Ø  Hasil tangkapan dimanfaatkan secara subsisten (tidak untuk diperdagangkan/dijual) untuk kebutuhan lokal.
Penangkapan paus secara tradisional oleh masyarakat Lamalera mempunyai makna nilai historis, religi, sosial, ekonomi dan budaya. Selain itu, aktivitas penangkapan paus secara tradisional oleh masyarakat Lamalera telah menerapkan beberapa prinsip konservasi, yaitu :
Ø  Pembatasan jenis paus yang ditangkap : jenis paus yang ditangkap adalah jenis paus lodan (sperm whale) yang oleh masyarakat lokal disebut koteklema. Tidak menangkap paus biru (baleen whale)
Ø  Pembatasan ukuran : tidak menangkap paus yang berukuran kecil dan paus jantan dewasa (berukuran sangat besar), juga tidak menangkap paus betina yang sedang bunting (hamil).
Ø  Pembatasan jumlah perahu penangkap : perahu hanya dibuat khusus oleh suku-suku tertentu saja.
Ø  Pembatasan waktu penangkapan : penangkapan paus dimulai pada bulan Mei – Oktober (lefa) dan Juli – Oktober (baleo)
Ø  Pembatasan wilayah penangkapan : perahu penangkap memiliki batas wilayah penangkapan dengan menggunakan tanda-tanda yang terlihat di daratan. Penangkapan tidak dilakukan diluar wilayah

Sabtu, 08 Oktober 2011

LINGKUNGAN SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS


Proses kehidupan dan kegiatan makhluk hidup termasuk tumbuhtumbuhan pada dasarnya akan dipengaruhi dan mempengaruhi faktor-faktor lingkungan, seperti cahaya, suhu atau nutrien dalam jumlah minimum dan maksimum. Justus von Liebig adalah seorang pionir yang mempelajari faktorfaktor lingkungan dan menjelaskan bahwa faktor lingkungan yang terdapat dalam jumlah minimumlah.Faktor-faktor lingkungan sebagai faktor pembatas ternyata tidak saja berperan sebagai faktor pembatas minimum, tetapi terdapat pula faktor pembatas maksimum. Faktor-faktor lingkungan penting yang berperan sebagai sifat toleransi faktor pembatas minimum dan faktor pembatas maksimum yang pertama kali dinyatakan oleh V.E. Shelford, kemudian dikenal sebagai "hukum toleransi Shelford". Shelford menyebutkan bahwa tumbuhan dapat mempunyai kisaran toleransi terhadap faktor-faktor lingkungan yang sempit (steno) untuk satu faktor lingkungan dan luas (eury) untuk faktor lingkungan yang lain. Suatu jenis tumbuhan yang mempunyai toleransi yang luas sebagai faktor pembatas cenderung mempunyai sebaran jenis yang luas. Masa reproduksi merupakan masa yang kritis untuk tumbuhan jika faktor lingkungan dan habitatnya dalam keadaan minimum. Dalam ekologi pernyataan taraf relatif terhadap faktor-faktor lingkungan dinyatakan dengan awalan steno (sempit) atau eury (luas) pada kata yang menjadi faktor lingkungan tersebut. Misalnya toleransi yang sempit terhadap suhu udara disebut stenotermal atau toleransi yang luas terhadap kadar pH tanah, disebut euryionik. Pengaruh faktor-faktor lingkungan dan kisarannya untuk suatu tumbuh-tumbuhan berbeda-beda, karena satu jenis tumbuhan mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda menurut habitat dan waktu yang berlainan. Tetapi pada dasarnya secara alami kehidupannya dibatasi oleh: jumlah dan variabilitas unsur-unsur faktor lingkungan tertentu (seperti nutrien dan faktor fisik, misalnya suhu udara) sebagai kebutuhan minimum, dan batas toleransi tumbuhan terhadap faktor atau sejumlah faktor lingkungan tersebut. 
REVIEW VIDIEO
Dalam ekologi tumbuhan factor lingkungan sebagai factor ekologi yang dapat dianalisis menurut bermacam-macam factor. Satu atau lebih dari factor tersebut dikatakan penting jika dapat saling mempengaruhi atau saling membutuhkan.
Pada video tersebut di jelaskan bahwa sifat toleransi dan penyesuaian diri yang diperlihatkan oleh tumbuh-tumbuhan terhadap suatu perubahan kondisi atau keadaan dari faktor-faktor lingkungan yang dapat di peroleh secara heriditer atau oleh induksi suatu factor lingkungan.
Tumbuh-tumbuhan yang ada dalam video tumbuh dengan baik karena meperoleh atau mendapatkan nutrient dalam jumlah minimum jika hal tersebut tidak terpenuhi maka pertumbuhan dan perkembangan akan terganggu. seperti yang ada dalam video tersebut yang menunjukan bahwa tumbuhan yang hidup dengan baik karena mempeoleh nutrient dengan baik sehingga tumbuh dengan baik sedangkan tumbuhan yang  mati tidak memperoleh nutrient sehingga tidak dapat berkembangn dan akhirnya mati. Dalam hal ini unsur tersebut sebagai factor ekologi yang berperan sebagai factor pembatas.
Faktor-faktor lingkungan sebagai faktor pembatas ternyata tidak saja berperan sebagai faktor pembatas minimum, tetapi terdapat pula faktor pembatas maksimum. Bagi tumbuhan tertentu misalnya factor lingkungan seperti suhu udara atau kadar garam (salinitas) yang terlalu rendah/sedikit atau terlalu tinggi/banyak dapat mempengaruhi berbagai proses fisiologinya. Faktor-faktor lingkungan tersebut dinyatakan penting jika dalam keadaan minimum, maksimum atau optimum sangat berpengaruh terhadap proses kehidupan tumbuh-tumbuhan menurut batas-batas toleransi tumbuhannya.

Jumat, 30 September 2011

Autekologi dan Sinekologi

Autekologi ialah ilmu yang mempelajari hubungan antara satu individu atau satu spesies dengan alam lingkunganya. 
Sinekologi ialah ilmu yang mempelajari hubungan antara beberapa grup individu yang berasosiasi bersama-sama sebagai satu unit dengan alam lingkungannya. 

Judul Jurnal : AUTEKOLOGI DAN STUDI POPULASI Myristica teijsmannii Miq. (Myristicaceae) DI CAGAR ALAM PULAU SEMPU, JAWA TIMUR
Rangkuman :
Myristicaceae merupakan famili khas tropis dengan Myristica sebagai genus terbesar. Di antara 175 spesies Myristica di dunia 9 spesies merupakan spesies asli Indonesia bahkan beberapa termasuk endemik, langka dan dilindungi undang-undang. Spesies ini memiliki penyebaran jarang dan baru dilaporkan ditemukan di Jawa Timur, yaitu di kawasan Pacitan - Gunung Kawi, Gunung Wilis, Gunung Anjasmoro dan Pulau Sempu. Data kuantitatif status populasi serta aspek-aspek ekologis, kebutuhan dan interaksi ekologis M. teijsmannii dengan habitatnya (autekologi) belum diketahui.  Studi ini dilakukan di enam lokasi yang secara estimasi visual mewakili keragaman floristik dan kondisi lingkungan Cagar Alam, yaitu Telaga Lele, Telaga Sat, Teluk Semut, Air Tawar, Gua Macan, dan Waru-waru.
Diketahui bahwa tegakan pohon M. teijsmannii menunjukkan nilai dominasi relative dan kerapatan tertinggi di lokasi penelitian, berturut-turut sebesar 11,36% dan 13,7 individu/ha dengan indeks nilai penting sebesar 27,91% yang menunjukkan dominasi M. teijsmannii. secara keseluruhan didominasi oleh fase semai, sedangkan fase-fase yang lebih dewasa memperlihatkan kecenderungan jumlah individu yang semakin menurun dengan fase pohon memiliki proporsi terendah. Setiap lokasi penelitian memperlihatkan variasi dalam struktur populasi M. teijsmannii. Waru-waru memiliki jumlah total individu terbanyak (59 individu) sedangkan di Telaga Lele hanya ditemukan 5 individu. Di Waru-waru, Gua Macan dan Teluk Semut nampak jelas dominasi fase semai dengan kecenderungan menurun pada populasi fase lebih dewasa.
Sumber :

Hasil Analisis :
Jika dilihat dari kemampuan adaptasi dan penyebaran M. teijsmannii, tumbuhan tersebut termasuk dalam pendekatan autekologi. Hal ini dikarenakan jenis dari M. teijsmannii tumbuhnya tidak mengumpul /berkelompok pada satu tempat saja melainkan menyeluruh/menyebar.

Selasa, 14 Juni 2011

PEMBINAAN PROFESI GURU


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembinaan profesi guru merupakan persoalan kompleks yang akhir-akhir ini tidak pernah henti-hentinya didiskusikan, terutama dalam kaitannya dengan sertifikasi guru. Diantara program-program pembinaan profesi secara terstruktur yang dapat mendorong terjadinya peningkatan profesionalisme guru adalah pre-service, in-service, dan on-service teacher training program.
Semakin banyak model pembelajaran yang diamati melalui program terstruktur ini, semakin baik pula para guru memahami potensi yang terkandung dalam berbagai model pembelajaran beserta implementasinya di dalam kelas. Dalam kegiatan on-service lesson study ini dapat meningkatkan profesionalisme guru.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian pembinaan profesi guru?
2. Bagaimana upaya peningkatan profesi guru?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pembinaan Profesi Guru
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, pembinaan adalah proses, perbuatan, cara membina, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara budaya guna dan berhsil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Menurut Kartadinatap profesi guru adalah orang yang memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan.
Makagiansar mengatakan profesi guru adalah orang yang memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu.
Nasanius, Y. mengatakan profesi guru yaitu kemampuan yang tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a) sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih (b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemashlahatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik.
Galbreath mengatakan bahwa profesi guru adalah orang yang bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdaskan anak didik.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pembinaan profesi guru adalah tindakan dan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih baik guna memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu.
2.2. Upaya Peningkatan Profesi Guru
Profesionalisasi berhubungan dengan profil guru, walaupun protet guru yang ideal memang sulit didapat namun kita boleh menerka profilnya. Guru idaman merupakan produk dari keseimbangan antara penguasaan aspek keguruan dan disiplinilmu (dalam Mimbar Pendidikan IKIP Bandung, No. 3/ September 1987:87).
Keduanya tidak perlu fipertentangkn melainkan bagaimana guru tertempa kepribadiannya dan terasah aspek penguasaan materinya. Kepribadian guru yang utuh dan berkualitas sangat penting karena dari sinilah muncul tanggung jawab profesional sekaligus menjadi inti kekutan professional dan kesiapan untuk selalu mengembangkan diri. Tugas guru adalah potensi peserta didik dan mengajarnya supaya belajar. Guru memberikan peluang agar potensi itu ditemukan dan dikembangkan. Kejelian itulah yang merupakan ciri kepribadian profesional.
Sehubungan hal di atas, maka upaya peningkatan profesi guru sekurang-kurangnya menghadapi dan memperhitungkan empat faktor, yaitu:
1) Ketersediaan dan Mutu Calon Guru
Secara jujur kita akui pada masa lalu (dan masa kini) profesi guru kurang memberikan rasa bangga diri. Bahkan ada guru yang malu disebut sebagai guru. Rasa inferior terhadap potensi lain masih melekat di hati banyak guru.
Kurangnya rasa bangga itu akan mempengaruhi motivasi kerja dan citra masyarakat terhadap profesi guru. Banyak guru yang secara sadar atau tidak sadar mempromosikan keminderannya kepada masyarakat.
Seorang guru harus memiliki keyakinan dengan sepenuh hati dalam menjalankan tugasnya. Mutu seorang guru juga harus diperhatikan agar nantinya menghasilkan generasi yang membanggakan.
2) Pendidikn pra- Jabatan
Pendidikan pra jabatan bertujuan:
a. untuk meyakinkan kemampuan profesional awal. Saringan calon peserta pendidikan pra jabatan perlu dilakukan secara efektif, baik dari segi kemampuan potensial, aspek-aspek kepribadian yang relevan, maupun motivasinya.
b. Pendidikan pra-jabatan harus benar-benar secara sistematis menyiapkan calon guru untuk menguasai kemampuan profesional.
3) Mekanisme Pembinaan dalam Jabatan
Ada tiga upaya dalam penyelenggaran pelbagai aspek dan tahap penanganan pembinaan dalam jabatan profesional guru. Ketiga upaya itu adalah sebagai berikut:
a. mekanisme dan prosedur penghargaan aspek layanan ahli keguruan perlu dikembangkan.
b. Sistem penilikan di jenjang SD dan juga sistem kepengawasan di jenjang SLTA yang berlaku sekarang jelas memerlukan penyesuaian-penyesuaian mendasar.
c. Keterbukaan informasi dan kesempatan untuk meraih kualifikasi formal yang lebih tinggi, katakanlah S1, S2 dan bahkan S3.
4) Peranan Organisasi Profesi
Pengawasan mutu layanan suatu biang profesional dilakukan oleh kelompok ahli yang dipandu oleh nilai-nilai profesi yang sejati, yaitu pengabdian keahlian bagi kemaslahatan orang banyak. Penanganan yang tepat terhadap semua aspek dan tahap sistem pengadaan guru, yaitu perekrutan, pendidikan pra-jabatan, pengangkatan-pengangkatan dan pembinaan dalam jabatan .
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
a) Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, pembinaan adalah proses, perbuatan, cara membina, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara budaya guna dan berhsil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Makagiansar mengatakan profesi guru adalah orang yang memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu
b) Upaya peningkatan profesi guru sekurang-kurangnya menghadapi dan memperhitungkan empat faktor, yaitu:
o Ketersediaan dan Mutu Calon Guru
o Pendidikn pra- Jabatan
o Mekanisme Pembinaan dalam Jabatan
o Peranan Organisasi Profesi
3.2 Saran
Dari pemaparan diatas, kita ketahui bahwa pembinaan profesi guru sangatlah penting karena guru merupakan kunci keberhasilan sebuah lembaga pendidikan. Baik buruknya perilaku dan cara mengajar guru akan sangat mempengaruhi citra lembaga pendidikan. Oleh karena itu, perlu diadakan pembinaan profesi guru.
DAFTAR PUSTAKA
Nurdin, syafruddin. 2005. Guru Proffesional dan Implementasi Kurikulum. Ciputat: QUANTUM TEACHING.
Alma, buchari. 2009. Guru Proffesional. Bandung: Alfabeta.
Hamalik, oemar. 2009. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.